Dibalik Tradisi Kawin Tangkap Anak NTT, Kolaborasi Dengan Tokoh Adat

kawin tangkap anak NTT

FocusHotnesia – Di balik keindahan alam Nusa Tenggara Timur (NTT), terdapat sebuah tradisi yang masih dilestarikan di beberapa daerahnya, yaitu kawin tangkap anak NTT.

Tradisi ini, meskipun sudah jarang terjadi, masih menjadi sebuah isu yang kompleks dan kontroversial, terutama terkait dengan perkawinan anak.

Kawin tangkap adalah sebuah tradisi pernikahan adat di mana seorang laki-laki “menculik” perempuan yang ingin dinikahinya.

Biasanya, tradisi ini dilakukan dengan persetujuan keluarga kedua belah pihak, namun tidak jarang terjadi pula tanpa persetujuan perempuan.

Praktik kawin tangkap sering kali dikaitkan dengan perkawinan anak, di mana perempuan dinikahkan di usia yang masih sangat muda, bahkan di bawah umur 18 tahun.

Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental perempuan, serta merenggut hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan masa depan yang lebih baik.

Meskipun kawin tangkap merupakan bagian dari adat dan budaya, namun perlu diingat bahwa hak anak untuk hidup dan berkembang dilindungi oleh undang-undang dan konstitusi Indonesia. Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan harus dihentikan.

Menyadari kompleksitas dan sensitivitas masalah ini, Plan Indonesia, sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada pengembangan anak, bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menghentikan perkawinan anak di NTT, termasuk dengan melibatkan tokoh adat.

“Peran tokoh adat sangatlah penting dalam upaya menghentikan perkawinan anak di NTT,” kata Rani Hastari, Gender Equality and Social Inclusion (GESI) Specialist Plan Indonesia. “Tokoh adat memiliki pengaruh besar dalam masyarakat dan dapat membantu mengubah norma dan tradisi yang mendukung perkawinan anak.”

Plan Indonesia bekerja sama dengan tokoh adat untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang dampak negatif perkawinan anak dan mendorong mereka untuk mendukung pernikahan yang sah secara hukum dan sesuai dengan hak asasi anak.

“Kami juga bekerja sama dengan tokoh adat untuk mengembangkan pedoman pernikahan adat yang bebas dari perkawinan anak,” kata Rani. “Pedoman ini akan membantu masyarakat untuk melaksanakan pernikahan adat yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan hak asasi anak.”

Selain bekerja sama dengan tokoh adat, Plan Indonesia juga bekerja sama dengan pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif perkawinan anak dan mendorong perubahan kebijakan yang mendukung perlindungan hak anak.

Upaya untuk menghentikan perkawinan anak di NTT membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, tokoh adat, dan masyarakat luas.

Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi anak-anak di NTT untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, dan terhindar dari praktik perkawinan anak.

Asal Usul Adat Kawin Tangkap Anak NTT

Adat kawin tangkap di NTT memiliki sejarah panjang dan kompleks. Asal usulnya dapat ditelusuri kembali ke masa lampau, di mana masyarakat NTT masih hidup dalam sistem kekerabatan patrilineal, di mana garis keturunan dan pewarisan harta dihitung berdasarkan garis ayah.

Beberapa faktor yang diyakini berkontribusi pada munculnya adat kawin tangkap:

  • Keadaan sosial dan ekonomi: Pada masa lampau, masyarakat NTT hidup dalam kondisi yang keras dan penuh dengan peperangan. Laki-laki harus menunjukkan kekuatan dan keberaniannya untuk mendapatkan seorang istri.
  • Nilai-nilai budaya: Masyarakat NTT memiliki nilai-nilai budaya yang menekankan pada kehormatan dan harga diri. Kawin tangkap dianggap sebagai cara untuk menjaga kehormatan perempuan dan keluarga.
  • Sistem mahar: Di beberapa daerah NTT, terdapat tradisi mahar yang tinggi. Kawin tangkap dianggap sebagai cara untuk menghindari pembayaran mahar yang tinggi.

Plan Indonesia dalam menanggulangi Tradisi Kawin Tangkap anak NTT:

  • Edukasi dan Dialog dengan Tokoh Adat: Plan Indonesia mengadakan pelatihan dan dialog dengan tokoh adat untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang dampak negatif perkawinan anak dan mendorong mereka untuk mendukung pernikahan yang sah secara hukum dan sesuai dengan hak asasi anak.
  • Pembentukan Kelompok Adat Peduli Perempuan dan Anak: Plan Indonesia memfasilitasi pembentukan kelompok adat peduli perempuan dan anak di tingkat desa untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam mencegah perkawinan anak.
  • Pengembangan Pedoman Pernikahan Adat Bebas Perkawinan Anak: Plan Indonesia bekerja sama dengan tokoh adat dan pemuka agama untuk mengembangkan pedoman pernikahan adat yang bebas dari perkawinan anak.
  • Advokasi Kebijakan: Plan Indonesia melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk memperkuat kebijakan dan peraturan yang terkait dengan perlindungan anak, termasuk pencegahan perkawinan anak.

Dampak positif dari program Plan Indonesia:

  • Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang dampak negatif perkawinan anak
  • Berkurangnya kasus perkawinan anak di beberapa daerah di NTT
  • Perubahan sikap dan perilaku tokoh adat terhadap perkawinan anak
  • Terbentuknya jaringan dan kerjasama antar berbagai pihak dalam upaya pencegahan perkawinan anak

Tantangan dalam menanggulangi Kawin Tangkap anak NTT:

  • Kuatnya pengaruh adat dan budaya yang mendukung perkawinan anak
  • Kurangnya akses informasi dan edukasi tentang hak anak
  • Keterbatasan sumber daya dan dana untuk program pencegahan perkawinan anak

Meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi, upaya Plan Indonesia dan berbagai pihak lainnya dalam menanggulangi perkawinan anak di NTT menunjukkan hasil yang positif.

Dengan kolaborasi dan komitmen yang berkelanjutan, diharapkan praktik perkawinan anak di NTT dapat dihentikan completely, kunjungi website ini ingin mengetahui informasi unik dunia.

Related posts